Harimau Sumatra
(Panthera tigris sumatrae)
merupakan salah satu jenis makhluk yang sangat dikenal yang telah berjalan melintasi hutan-hutan Indonesia. Akan tetapi, eksistensinya saat ini serupa dengan kenangan zaman dahulu, semakin tertekan oleh kemajuan peradaban serta keserakahan manusia. Penurunan jumlah populasi yang konstan menjadikan binatang tersebut termasuk dalam deretan spesies kritis sesuai
IUCN.
Ironisnya, walaupun keadaannya telah sungguh-sungguh memprihatinkan, masih banyak manusia yang belum menyadari seberapa kritis kondisi yang dijumpai oleh pemangsa tingkat atas tersebut.
Hutan di Sumatera, tempat singa hutan ini dahulu berkeliaran luwes, saat ini bertransformasi pelahan menjadi kebun kelapa sawit, permukiman penduduk, serta area industri. Di dalam puluhan tahun belakangan, lingkungan hidup mereka telah dipotong dengan drastis. Malahan, perselisihan antara harimau dan manusia pun makin meningkat akibat wilayah tinggal sang penguasa rimba yang semakin sempit. Tulisan ini akan menjabarkan lima hal memilukan tentang Harimau Sumatera yang kiranya dapat merangsang kesadaran kita semua agar tindakan bisa dilakukan sebelum segala sesuatunya terlanjur tak tertolong.
1. Jumlahnya kini menurun menjadi sekitar 600 individu yang hidup secara bebas di habitat aslinya.
Berdasarkan informasi paling baru dari organisasi pelestarian lingkungan, perkiraan jumlah harimau Sumatera yang masih hidup bebas di habitat aslinya kurang dari 600 individu. Hal ini menunjukkan posisi mereka sebagai spesies berada pada tingkat risiko sangat serius, bukan saja tidak aman tetapi hampir punah juga. Turunannya begitu cepat selama dekade setengah belakangan ini disebabkan oleh aktivitas penggundulan hutan skala besar serta pemburu tanpa kendali. Sebenarnya angka pastinya mungkin lebih sedikit lagi lantaran statistik ini adalah hasil penaksiran kasar semata.
Lebih menakutkan lagi, kebanyakan individunya tersebar dalam berbagai area hutan terpotong yang tak bersambung. Penghancuran habitat semacam itu menyulitkan harimau untuk mendapatkan mitra berkembang biak serta menjaga kesinambungan gen mereka. Hal ini pada gilirannya meningkatkan ancaman pernikahan antara kerabat dekat atau inkulturasi, yang dapat merusak komposisi genetik mereka. Kondisi ini mirip dengan sebuah bomsi siap meledak yang membahayakan kelangsungan hidup spesies tersebut.
2. Habitatnya dirusak secara masif oleh manusia
Penggalian lahan skala besar bagi perkebunan kelapa sawit serta kawasan hutan industrial telah menjadi faktor paling dominan dalam kerusakan habitat Harimau Sumatera. Tiap tahun, ratusan hektar rimba asli dihabisi tanpa menghiraukan konsekuensinya pada populasi fauna setempat. Sebenarnya, harimau memerlukan area gerak yang cukup lebar yaitu kurang lebih 100 kilometer persegi untuk seekor jantan dewasa agar bisa bertahan hidup.
Selain itu, aktivitas pembalakan liar dan pembangunan infrastruktur seperti jalan juga memecah habitat yang tersisa menjadi petak-petak kecil. Hal ini memicu konflik antara harimau dan manusia karena hewan ini terpaksa keluar dari zona amannya demi bertahan hidup. Ketika harimau masuk ke permukiman atau ladang, sering kali mereka dianggap sebagai ancaman dan diburu. Padahal, penyebab utamanya tetaplah perusakan habitat oleh manusia.
3. Masih jadi target perburuan ilegal
Walaupun telah mendapatkan perlindungan undang-undang, harimau Sumatera masih menjadi sasaran pemburu liar. Bagian seperti kulit, gigi, serta komponen tubuh lainnya tetap populer di pasaran gelap, entah itu untuk koleksi atau digunakan dalam ramuan obat tradisional. Paradoksnya, kebutuhan paling tinggi malahan berasal dari dalam negeri sendiri dan negara-negara sekitar di kawasan Asia Tenggara. Pemburuan semacam ini berlangsung dengan cara yang rahasia namun cukup terstruktur.
Banyak pemburu yang merayap dengan menggunakan jerat ataupun racun; hal tersebut tidak hanya membahayakan harimau tetapi juga hewan-hewank lain yang ikutan terkena dampaknya secara tidak langsung. Kekurangan aturan tegas serta kurang ketatnya pantauan di area pengepulannya menyebabkan metode-metode seperti itu masih bertahan sampai sekarang. Lebih parah lagi, ada pula anggota staf konservasi hutan yang turut campur tangan dalam operasional ilegal semacam ini. Jika situasi demikian dibiarkan tanpa intervensi, perburuan dapat menjadi faktor dominan dalam kepunahan jenis spesies ini di habitat aslinya.
4. Konflik harimau dan manusia meningkat drastis
Karena habitat makin sempit, Harimau Sumatra sering kali terdorong ke wilayah yang dekat dengan permukiman warga. Konflik antara manusia dan harimau pun jadi makin sering terjadi, terutama di wilayah Sumatra Selatan, Riau, dan Aceh. Dalam kondisi terdesak, harimau bisa menyerang ternak atau bahkan manusia, yang akhirnya memicu upaya balas dendam dari warga.
Sayangnya, banyak dari kasus ini berujung pada kematian harimau yang seharusnya bisa diselamatkan. Sebagian besar masyarakat masih minim edukasi tentang bagaimana menghadapi konflik satwa liar. Padahal, ada banyak pendekatan damai dan sistem mitigasi yang bisa dilakukan untuk menghindari pertumpahan darah. Solusi butuh dukungan semua pihak, dari masyarakat lokal hingga pemerintah dan LSM konservasi.
5. Usaha untuk melestarikan lingkungan belum banyak dilakukan dan sangat terbatas.
Walaupun sejumlah organisasi semacam WWF dan BKSDA telah mencoba melaksanakan pelestarian, usaha-usaha itu masih belum mampu mengimbangi laju pengrusakan ekosistem serta pemburuan. Keterbatasan sumber daya dan minimnya sinergi di antara institusi merupakan hambatan paling signifikan. Lebih lanjut, kesadaran publik tentang masalah ini belum merata.
Beberapa upaya pelestarian bersifat hanya untuk jangka pendek atau cuma seremonial belaka dan tidak memberikan pengaruh substantil. Sebaliknya, harimau membutuhkan proteksi yang bertahan lama dengan metode yang menyeluruh baik pada aspek ekologi maupun sosial. Jika tindakan konkret serta berkesinambungan tak dilakukan, keberadaan Harimau Sumatera mungkin akan menjadi kenangan di masa mendatang. Kita enggak boleh mengandalkan beberapa program semata, diperlukan usaha gabungan yang mencakup seluruh elemen masyarakat.
Kondisi Harimau Sumatera saat ini mencapai puncak keprihatinan yang serius. Informasi tersebut tidak hanya angka-angka biasa, tetapi juga refleksi kondisi aktual di alam liar. Jika tak segera ditempuh tindakan konkret serta kerjasama yang solid, generasi akan datang nantinya hanya dapat mengetahui tentang harimau sumatera melalui buku dan film dokumenter saja. Sudah waktunya kita menyadari hal ini dan bertindak cepat agar segala sesuatunya belum menjadi terlalu lambat.