Jering.id
,
Jakarta
– Dana Kepolisian Dunia untuk Alam (WWF) (
WWF
Indonesia juga berperan dalam mendukung penyusunan kembali perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Tebo, Jambi. Menurut Direktur Iklim dan Transformasi Pasar WWF Indonesia Irfan Bakhtiar, program pembenahan ini dapat membantu menyelesaikan masalah tumpangsari.
sawit
Di area hutan tersebut. Metodenya lebih condong ke arah agroforestri.
“Dengan menyatukan kelapa sawit dengan komoditas lainnya, program tersebut tak hanya mendukung pemulihan fungsi lingkungan di wilayah hutan yang terdegradasi, namun juga melanjutkan sisi produktivitas,” ungkapnya dalam pernyataan tertulis pada hari Kamis, 8 Mei 2025.
Konsep tata rapih disebutkan dalam Pasal 28 ayat 3 huruf (a) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2021 tentang Prosedur Penentuan Sanksi Administratif serta Proses Pendanaan Non-Pajak Negara Asli Melalui Denda Administratif di Sektor Kehutanan. Di Kabupaten Tebo, program penyusunan kembali perkebunan akan dilaksanakan sebagai bagian dari Rencana Kerja Jangka Panjang (RKPJ) pada tanggal 4 hingga 6 Mei 2025.
Pendekatan ini dihasilkan oleh Universitas Gadjah Mada (
UGM
), disokong WWF Indonesia sebagai akselerator. Namun secara luas, pengujian SJB ini juga melibatkan Universitas Jambi, Universitas Brawijaya, dan Universitas Palangka Raya.
Menurut Irfan, metode pengelolaan kawasan untuk pemulihan ekosistem hutan ini tetap mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Serangkaian kegiatan SJB akan berupa kelas di dalam ruangan, serta praktik lapangan di tingkat tapak. Program ini didanai Uni Eropa melalui pengembangan demonstrasi pilot di Jambi dan Kalimantan Tengah.
Peserta SJB beragam, mulai dari pengambil keputusan tingkat daerah, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, hingga petani anggota kelompok perhutanan sosial. Ada dua tahap jangka benah. Pertama, mengubah kebun sawit monokultur menjadi sistem agroforestri melalui teknik
precision agroforestry
—Penyesuaian tipe tanaman sesuai dengan kegunaan hutan awal (hutan produksi, hutan pelindung, atau hutan konservasi). Langkah selanjutnya adalah meningkatkan keragaman struktur vegetasinya untuk mencapai kondisi bertingkat layaknya hutan alam, yang bertujuan untuk mengembalikan fungsionalitas ekologi.
Dosen Fakultas Kehutanan UGM, Hero Marhaento, mengatakan bahwa jangka pembenahan merupakan salah satu dari tiga fondasi utama dalam menuntaskan permasalahan tersebut.
tenurial
Kelapa sawit di area hutan. “Dan juga memberikan sanksi administratif untuk kepemilikan tanah yang lebih dari lima hektar,” jelas Hero.
Chief Executive Officer Pundi Sumatera Dewi Yunita Widiarti optimistis program pertama jangka benah tidak hanya memulihkan ekosistem yang telanjur rusak, namun juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dia meyinggung soal dua kelompok perhutanan sosial yang mengikuti SJB., yaitu Koperasi HTR Bungo Pandan dan Koperasi HTR Setia Jaya Mandiri.
“Dengan target pengembangan
demonstration pilot
Seluas 50 hektar, yang akan ditemani dengan ketat,” jelasnya.
Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Tebo, Joko Ardiawan, mengonfirmasi bahwa program perbaikan infrastruktur sesuai dengan visi dan misi pemerintahan setempat. Ini dapat berperan sebagai penanda yang signifikan untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) mereka.
“Memiliki kesempatan besar untuk jadi model terbaik yang bisa diadaptasikan oleh wilayah-wilayah lain,” katanya.