Selfie Bisa Bantu Deteksi Kanker Berkat Teknologi AI


Jering.id,

JAKARTA – Teknologi berbasis artificial intelligence (AI)

artificial intelligence/AI

Terus maju, termasuk dalam bidang kesehatan. Sekarang, tindakan sederhana dengan memanfaatkan teknologi ini telah dapat membantu deteksi dini kanker.

Dokter biasanya memulai pemeriksaan dengan melakukan penilaian awal berdasarkan hal-hal yang nampak secara kasat mata, seperti menilai apakah pasien kelihatan lebih tua atau lebih muda dibandingkan umur sebenarnya mereka, karena ini bisa mempengaruhi keputusan medis penting.

Evaluasi intuitif kemungkinan akan dapat dijalankan menggunakan kecerdasan buatan dalam waktu dekat.

Dilansir The Telegraph, FaceAge, algoritma pembelajaran mendalam yang dijelaskan pada Kamis (8/5/2025) di The Lancet Digital Health, dapat mengubah foto kepala sederhana menjadi angka yang lebih akurat, mencerminkan usia biologis seseorang dibandingkan dengan usia aslinya.

Model tersebut dilatih pada 58.851 potret orang dewasa yang dianggap sehat berusia di atas 60 tahun, yang diambil dari kumpulan data publik.

Model tersebut selanjutnya diujikan pada 6.196 pasien kanker yang ditangani di Amerika Serikat dan Belanda, dengan memanfaatkan gambar yang didapatkan sebelum terapi radiasi.

Studi FaceAge menunjukkan pasien dengan keganasan tampak rata-rata 4,79 tahun lebih tua secara biologis daripada usia kronologis mereka.

Penulis studi mengatakan alat ini juga dapat membantu dokter memutuskan siapa yang dapat menoleransi perawatan kanker yang panjang dan menyiksa dengan lebih aman, dan siapa yang bisa mendapatkan perawatan yang lebih ringan.

“Kami berhipotesis bahwa FaceAge dapat digunakan sebagai biomarker dalam perawatan kanker untuk mengukur usia biologis pasien dan membantu dokter membuat keputusan sulit ini,” kata penulis senior Raymond Mak, seorang onkolog di Mass Brigham Health, sistem kesehatan yang berafiliasi dengan Harvard di Boston, dikutip Jumat (9/5/2025).

Contohnya, ketika seorang pria berusia 75 tahun yang lincah dengan usia biologis 65 tahun di foto, dibandingkan dengan seorang pria berusia 60 tahun yang lemah dengan usia biologis 70 tahun di foto.

Ini dapat memandu dalam penentuan apakah terapi radiasi intens mungkin lebih sesuai bagi pasien pertama, sementara itu bisa menjadi risikonya bagi pasien kedua.

Alasan serupa pun bisa digunakan untuk menuntun dalam mengambil keputusan terkait pembedahan jantung, implan pinggul, ataupun penanganan medis menjelang kematian.

Berdasarkan penelitian, bukti yang muncul mengindikasi bahwa proses penuaan pada manusia terjadi dengan laju yang bervariasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti genetika, stres, aktivitas fisik, serta perilaku sehari-hari termasuk merokok atau konsumsi alkohol.

Meskipun tes genetik berbiaya tinggi bisa mengungkap cara DNA meredup dari generasi ke generasi, FaceAge memberikan pemahaman serupa hanya dengan menggunakan foto diri atau selfie.

Diantara para penderita kanker, nilai FaceAge yang semakin tinggi dengan jelas menunjukkan prognosis hidup yang lebih buruk, meskipun sudah disesuaikan dengan faktor-faktor seperti umur, gender, serta jenis tumor itu sendiri; risiko ini bertambah drastis untuk mereka yang mendapatkan skor bacaan biologis di atas angka 85.

Lebih menggoda lagi, FaceAge sepertinya mampu mengevaluasi indikator penuaan dengan cara yang berbeda dari manusia. Sebagai contoh, keputihan atau kerontokan rambut kurang signifikan daripada pergantian halus pada otot-otor di wajah.

FaceAge juga meningkatkan akurasi dokter. Delapan dokter diminta untuk memeriksa foto wajah pasien kanker stadium akhir dan menebak siapa yang akan meninggal dalam waktu enam bulan. Dengan data FaceAge, prediksi tepat dokter meningkat tajam.

Sebaliknya, teknologi AI masih mempunyai kelemahan tersendiri. Teknologi ini kerap dikritik karena kurang tepat dalam melakukan deteksi terhadap individu yang bukan berkulit putih.

Mak mengatakan pemeriksaan awal tidak mengungkapkan bias rasial yang signifikan dalam prediksi FaceAge, tetapi kelompok tersebut melatih model generasi kedua pada 20.000 pasien.

Mereka juga menyelidiki bagaimana faktor-faktor seperti tata rias, operasi kosmetik, atau variasi pencahayaan ruangan dapat mengelabui sistem.

AI yang dapat membaca usia biologis dari swafoto dapat menjadi keuntungan bagi dokter, tetapi juga bisa disalahgunakan bagi perusahaan asuransi jiwa atau pemberi kerja yang ingin mengukur risiko.

“Ini menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan, untuk memastikan bahwa teknologi ini hanya digunakan untuk kepentingan pasien,” kata Hugo Aerts, salah satu pimpinan studi yang mengarahkan program AI dalam bidang kedokteran MGB.