Misteri di Balik Bumi yang Bergetar Setiap 26 Detik Sekali


Jering.id,

JAKARTA – Sama seperti halnya dengan manusia, Bumi juga memiliki ritme dan denyutan, yang terjadi secara berkala setiap 26 detik.

Ahli geologi dari Amerika Serikat bernama Jack Oliver mengamati bahwa gempabumi tersebut sudah terjadi dalam kurun waktu puluhan tahun, yakni sejak era 1960-an di Samudera Pasifik bagian Selatan.

Dari sana, diketahui bahwa hal tersebut merupakan fenomena universal, sebab getarannya sudah dideteksi merata di berbagai belahan dunia.

Apakah getaran ini disebabkan oleh ombak lautan? Bagaimana dengan aktivitas Gunung Berapi? Bisa jadi itu terkait dengan Matahari. Apapun asal-usulnya, “denyut nadi” ini semakin memperumit teka-teki yang kini menjadi fokus penelitian ilmuwan.

Di berbagai bagian planet ini, alat pengukur getaran mengidentifikasi gembatan ringan yang muncul tiap 26 detik. Seperti irama detakan jantung, fenomena kecil tersebut, yang dikenal sebagai mikroseisme, adalah pulsasi Bumi.

Oliver mengumumkan temuannya terkait “denyutan jantung” bumi untuk pertama kalinya pada Juli 1962 dalam jurnal Bulletin of the Seismological Society of America. Dalam artikel berjudul “Ribut Mikroseis global dengan Periode Sekitar 27 Detik”, ia mendalami pengamatannya atas ribut mikroseis yang dicatat pada 6 Juni 1961.

Menggunakan seismograf yang sangat peka, seperti yang dikemukakan dalam abstraknya, ia memperkirakan bahwa “denyutan jantung” tersebut dipicu oleh “gelombang laut yang didistribusikan mengenai pesisir Teluk Guinea”. Ia juga berpendapat bahwa kemungkinan besar miroksemik ini merupakan “vibrasi harmonis” yang secara tidak biasa berkaitan dengan kejadian magma yang sedang terjadi di dasar Samudera Atlantik Selatan.

Oliver mendekati 26 detik menjadi “kira-kira 27 detik,” seperti yang tertuang dijudulnya, pandangan Mr. Oliver tentang guncangan tanah tetap dipakai oleh berbagai pakar sampai hari ini. Ahli-ahli tersebut belum menegaskan ataupun melupakan salah satu hipotesis itu, serta terus merumuskannya masing-masing.

Mungkin ini adalah peristiwa yang disebabkan oleh manusia, sebuah pemikiran yang mengkhawatirkan, seperti kolam lelehan yang muncul di gletser Alaska dan merupakan pertanda buruk akan hal-hal yang akan datang. Atau mungkin denyut Bumi mendahului kita.

Dalam beberapa dekade setelah Oliver pertama kali merekam “detak jantung” Bumi, tim ilmuwan abad ke-20 dan ke-21 mengungkap lebih banyak tentang mikroseisme ini.

Di tahun 1980, tim survei dari Geological Survey of America menyatakan bahwa getaran tersebut mencapai intensitas tertinggi saat Badai. Selanjutnya, pada tahun 2005, sekelompok ahli dari University of Colorado, Boulder membuktikan hipotesis Mr. Oliver yang menganggap Teluk Guinea memiliki peran dalam fenomena tersebut.

Pada 24 Mei 2006, kelompok peneliti merilis hasil pengamatan mereka dalam jurnal Geophysical Research Letters. Makalah ilmiah itu yang bertajuk “Posisi sumber mikroseisma 26 detik melalui teknik korelasi silang suara gelombang seismik ambient” menjelaskan bahwa:

Para ilmuwan menarik kesimpulan bahwa ‘denyut jantung’ yang berlangsung selama 26 detik tersebut disebabkan oleh ‘satu sumber’ tertentu di daerah Laut Teluk Guinea. Lokasi ini termasuk dalam Wilayah Atlantik Khatulistiwa, area laut luas dikenal sebagai ‘kumpulan massa air’, bahkan mencapai sampai ke Brazil.

Beberapa fenomena unik juga tercatat dalam perairan global, kadang-kadang sangat memprihatinkan, misalnya limbah plastik menjadi sebuah kesedihan saat melakukan penyelaman pada kapal selam terdalam yang pernah diketahui. Walaupun rahasia denyut nadi Bumi masih belum dapat dipastikan secara formal, ini bukanlah masalah utama bagi sekumpulan seismolog. Empat hipotesis besar sedang dibahas oleh para peneliti sains, antara lain:

Saat ombakan menabrak lantai samudera di area landasan benua, mereka merubah bentuk permukaan dasar lautan dan menciptakan getaran mikro yang tersebar ke seluruh dunia.

Letusan serta aktivitas gunung api yang terletak di dasar laut menghasilkan gelombang kejutan melintasi kulit Bumi.

Ketika endapan di dasar lautan retak dan bergeser, hal itu membentuk gelombang. Sinar matahari tak memanaskan bumi dengan seragam, sehingga menimbulkan aliran air laut dan udara yang tidak seimbang, yang pada gilirannya menghasilkan getaran ritmis.

Walau tak disebutkan secara rinci dan bukan menjadi fokus utama untuk para peneliti, detak yang berlangsung selama 26 detik tersebut masih merupakan bagian signifikan dalam operasional planet.

Sebagaimana dijelaskan, banyak pihak menduga bahwa ombak lautan atau aktivitas gunung berapi berkaitan dengan fenomena tersebut. Apakah kedua hal itu menghasilkan ‘getaran jantung’ atau tidak, mereka tetap saling terhubung, menjadikan penelitian tentang mikroseisme misterius ini penting untuk meningkatkan pemahaman kita tentang dinamika perairan, gempa bumi, dan geologi global—semuanya faktor yang signifikan bagi kehidupan manusia.

Kira-kira satu dari tiga orang yang tinggal di planet ini berada di daerah pantai, angka tersebut semakin bertambah setiap waktu. Ketika gempa bumi, tsunami, atau peristiwa serupa menimpa suatu wilayah, semua negeri ikut bergoncangan; namun sayangnya mayoritas fenomena ini sulit untuk diramalkan.